Masa
kekuasaan
|
14 Maret 1862
- 11 Oktober 1862
|
Pendahulu
|
Sultan
Hidayatullah Khalilullah
|
Pengganti
|
Sultan Muhammad Seman
|
Selir
|
Ratu
Antasari
Nyai Fatimah |
Wangsa
|
Dinasti
Banjarmasin
|
Ayah
|
Pangeran
Masud bin Pangeran Amir
|
Ibu
|
Gusti
Khadijah binti Sultan Sulaiman
|
Pangeran
Antasari (lahir di
Kayu Tangi, Kesultanan Banjar,
1797atau
1809
– meninggal di Bayan Begok, Hindia-Belanda, 11 Oktober 1862
pada umur 53 tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional
Indonesia.
Silsilah
Semasa muda
nama beliau adalah Gusti Inu Kartapati. Ibu Pangeran Antasari adalah Gusti
Hadijah binti Sultan Sulaiman.
Ayah Pangeran Antasari adalah Pangeran Masohut (Mas'ud) bin Pangeran Amir.
Pangeran Amir adalah anak Sultan Muhammad Aliuddin
Aminullah yang gagal naik tahta pada tahun 1785. Ia diusir oleh
walinya sendiri, Pangeran Nata, yang dengan dukungan Belanda memaklumkan
dirinya sebagai Sultan Tahmidullah II
Pangeran Antasari memiliki 3 putera dan 8 puteri. Pangeran Antasari mempunyai
adik perempuan yang bernama Ratu Antasari alias Ratu Sultan Abdul
Rahman yang menikah dengan Sultan Muda Abdurrahman
bin Sultan Adam tetapi meninggal lebih dulu sebelum memberi keturunan.
Pewaris Kerajaan Banjar
Pangeran
Antasari tidak hanya dianggap sebagai pemimpin Suku Banjar, beliau juga
merupakan pemimpin Suku Ngaju, Maanyan, Siang, Sihong, Kutai, Pasir, Murung,
Bakumpai dan beberapa suku lainya yang berdiam di kawasan dan pedalaman atau
sepanjang Sungai Barito.
Setelah
Sultan Hidayatullah ditipu belanda dengan terlebih dahulu menyandera Ratu Siti
(Ibunda Pangeran Hidayatullah) dan kemudian diasingkan ke Cianjur, maka
perjuangan rakyat Banjar dilanjutkan pula oleh Pangeran Antasari.Sebagai salah satu pemimpin rakyat
yang penuh dedikasi maupun sebagai sepupu dari pewaris kesultanan Banjar. Untuk
mengokohkan kedudukannya sebagai pemimpin perjuangan umat Islam tertinggi di
Banjar bagian utara (Muara Teweh dan sekitarnya), maka pada tanggal 14 Maret 1862,
bertepatan dengan 13 Ramadhan 1278 Hijriah, dimulai dengan seruan:
“
|
Hidup
untuk Allah dan Mati untuk Allah!
|
”
|
Seluruh
rakyat, pejuang-pejuang, para alim ulama dan bangsawan-bangsawan Banjar; dengan
suara bulat mengangkat Pangeran Antasari menjadi "Panembahan Amiruddin
Khalifatul Mukminin", yaitu pemimpin pemerintahan, panglima perang dan
pemuka agama tertinggi.
Tidak ada
alasan lagi bagi Pangeran Antasari untuk berhenti berjuang, ia harus menerima
kedudukan yang dipercayakan oleh Pangeran Hidayatullah kepadanya dan bertekad
melaksanakan tugasnya dengan rasa tanggung jawab sepenuhnya kepada Allah dan
rakyat.
Perlawanan terhadap Belanda
Lanting
Kotamara semacam
panser terapung di sungai Barito dalam
pertempuran dengan Kapal Celebes dekat pulau Kanamit, Barito Utara
Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan
300 prajuritnya menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron tanggal 25 April 1859.
Selanjutnya peperangan demi peperangan dipkomandoi Pangeran antasari di seluruh
wilayah Kerajaan Banjar. Dengan dibantu para panglima dan pengikutnya yang
setia, Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan,
Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu.
Pertempuran
yang berkecamuk makin sengit antara pasukan Khalifatul Mukminin dengan pasukan
Belanda, berlangsung terus di berbagai medan. Pasukan Belanda yang ditopang
oleh bala bantuan dari Batavia dan persenjataan modern, akhirnya berhasil
mendesak terus pasukan Khalifah. Dan akhirnya Khalifah memindahkan pusat
benteng pertahanannya di Muara Teweh.
Berkali-kali
Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah, namun beliau tetap pada
pendirinnya. Ini tergambar pada suratnya yang ditujukan untuk Letnan Kolonel Gustave Verspijck di Banjarmasin tertanggal 20
Juli 1861.
“
|
...dengan
tegas kami terangkan kepada tuan: Kami tidak setuju terhadap usul minta ampun
dan kami berjuang terus menuntut hak pusaka (kemerdekaan)...
|
”
|
Dalam
peperangan, belanda pernah menawarkan hadiah kepada siapa pun yang mampu
menangkap dan membunuh Pangeran Antasari dengan imbalan 10.000 gulden. Namun
sampai perang selesai tidak seorangpun mau menerima tawaran ini.Orang-orang
yang tidak mendapat pengampunan dari pemerintah Kolonial Hindia Belanda:
- Antasari dengan anak-anaknya
- Demang Lehman
- Amin Oellah
- Soero Patty dengan anak-anaknya
- Kiai Djaya Lalana
- Goseti Kassan dengan anak-anaknya
Meninggal dunia
Monumen
Perang Banjar yang dibangun pemerintah Hindia Belanda
Setelah
berjuang di tengah-tengah rakyat, Pangeran Antasari kemudian wafat di tengah-tengah
pasukannya tanpa pernah menyerah, tertangkap, apalagi tertipu oleh bujuk rayu
Belanda pada tanggal 11 Oktober 1862 di Tanah Kampung Bayan Begok, Sampirang,
dalam usia lebih kurang 75 tahun. Menjelang wafatnya, beliau terkena sakit
paru-paru dan cacar yang dideritanya setelah terjadinya pertempuran di bawah
kaki Bukit Bagantung, Tundakan.Perjuangannya
dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Muhammad Seman.
Setelah
terkubur selama lebih kurang 91 tahun di daerah hulu sungai Barito, atas
keinginan rakyat Banjar dan persetujuan keluarga, pada tanggal 11 November 1958 dilakukan pengangkatan kerangka
Pangeran Antasari. Yang masih utuh adalah tulang tengkorak, tempurung lutut dan
beberapa helai rambut. Kemudian kerangka ini dimakamkan kembali Taman Makam
Perang Banjar, Kelurahan Surgi
Mufti, Banjarmasin.
Pangeran
Antasari telah dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Nasional dan Kemerdekaan oleh
pemerintah Republik Indonesia berdasarkan SK No. 06/TK/1968 di Jakarta,
tertanggal 27 Maret 1968.
Nama Antasari diabadikan pada Korem
101/Antasari dan julukan untuk Kalimantan Selatan yaitu Bumi
Antasari. Kemudian untuk lebih mengenalkan P. Antasari kepada masyarakat
nasional, Pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) telah mencetak dan
mengabadikan nama dan gambar Pangeran Antasari dalam uang kertas nominal Rp
2.000
sumber http://id.wikipedia.org/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar